Dua orang dalam pajak lagi kini harus berurusan dengan Satreskrim Polwiltabes Surabaya. Edwin, kasi penagihan KPP Rungkut; dan Dino Artanto, OC (operator consul) KPP Mulyorejo harus menyusul rekannya Suhertanto, yang telah ditahan. Ini setelah Edwin dan Dino ditangkap polisi kemarin. Hingga tadi malam, keduanya masih menjalani pemeriksaan. ’’Statusnya masih belum kami putuskan. Tapi kemungkinan besar tersangka. Namun, kami masih menunggu hasil pemeriksaan,’’ kata Kasatreskrim Polwiltabes Surabaya AKBP Anom Wibowo. Keduanya ditangkap berdasarkan “nyanyian” Suhertanto, mantan juru tagih KPP Rungkut yang kemudian berdinas di KPP Karangpilang tapi kini mendekam di tahanan Polwiltabes Surabaya. Suhertanto menyebut bahwa Dino adalah operator utama pengubahan data base untuk kejahatan tersebut, sedangkan Edwin adalah atasan Suhertanto. ’’Saya tak mungkin melakukannya (mengubah nama wajib pajak, Red) bila tak mendapat order dari atasan saya. Buktinya, saya hanya mendapat bagian Rp 50 juta,’’ kata Suhertanto. Sementara itu, Dino disebut Suhertanto sebagai programmer pajak paling andal di Surabaya. ’’Dia sangat pandai. Apalagi, dia mantan programmer pusat,’’ urainya.
Suhertanto mengatakan dia selalu menggunakan Dino, karena tak sembarang
programmer bisa menembus sistem database pajak. ’’Dan Dino bisa melakukannya,’’
imbuhnya. Selain berdasar keterangan Suhertanto, polisi juga mempunyai bukti
lain. Yakni, ketetapan pajak yang disita dari tangan Suhertanto. Ini cukup
beruntung. Pasalnya, bendelan ketetapan pajak tersebut sebenarnya berniat
dimusnahkan. Menurut AKBP Anom Wibowo, berdasar keterangan Suhertanto, perintah
melenyapkan bendelan ketetapan pajak tersebut berasal dari Edwin. ’’Isinya itu
berupa daftar wajib pajak yang asli. Yang sebelum diganti nama WP-nya,’’
katanya. Edwin berharap, dengan dilenyapkannya data-data tersebut, maka sudah
tak ada lagi jejak kejahatannya yang bisa terlacak. Namun, Suhertanto tak
segera melenyapkannya, dan Polwiltabes Surabaya keburu menyitanya terlebih
dahulu. Selain itu, Polwiltabes Surabaya juga mengatakan berkoordinasi dengan
Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jatim I untuk SHARING data soal validasi-validasi tersebut. ’’Kami sungguh berharap
kerjasama yang baik dengan kantor pajak. Karena tentu semuanya ingin agar kasus
ini bisa terungkap tuntas,’’ papar AKBP Anom.
Seperti diberitakan, Satreskrim Polwiltabes Surabaya berhasil mengungkap
mafia pajak di Surabaya dan menahan sepuluh orang, serta memeriksa dua
tersangka lainnya. Dari pengungkapan tersebut, sedikitnya ada lima modus yang
berhasil dibongkar. Yang pertama adalah memalsukan validasi. Untuk modus ini,
yang ditahan ada sepuluh, dan satu di antaranya adalah orang dalam pajak, yakni
Suhertanto. Sedangkan, empat modus lainnya semuanya murni melibatkan orang
dalam. Bahkan, dalam pengakuannya, Suhertanto menyebut sampai menembus database
pajak, dan mengubah isinya. Kendati belum dipastikan, kerugian negara bisa
mencapai ratusan miliar rupiah. TAK BISA DIUBAH Di bagian lain, Kepala Kanwil
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jatim I Ken Dwijugiasteadi membantah jika data
base DJP bisa dibobol. Menurut mantan Direktur Direktorat Informasi Perpajakan
itu pengubahan data hanya bisa dilakukan oleh pusat. “Sepertinya, modus yang
dilakukan adalah meng-copy data, baru diubah data yang ada,” tuturnya.
Sedangkan data base Direktorat Pajak tetap. Ken menyebut modus tersebut baru ketahuan
jika WP mendapat STP (setoran tagihan pajak). Begitu juga, tentang pengurangan
kewajiban pembayaran pajak. “Jadi, oknum pajak melakukan penipuan dan pemalsuan
kepada WP,” tegas bapak empat anak itu. Kemarin, Kanwil DJP Jatim I mendapat
kunjungan dari Komite Pengawas Perpajakan yang dipimpin ketuanya Anwar
Supriyadi. Mantan Dirjen Bea dan Cukai itu meminta penjelasan kepada Ken
tentang mafia perpajakan yang diungkap oleh Polwiltabes Surabaya. “Kami
mengawasi dan menindaklanjuti dengan memberikan usulan kepada Menteri Keuangan
untuk perbaikan,” tuturnya. Anwar mengaku ada beberapa kelemahan dalam sistem
perpajakan saat ini. Pihaknya telah melakukan pemataan, dan menemukan 12 celah
yang dapat dijadikan kejahatan perpajakan. Antara lain, proses pemeriksaan,
pemberiaan fasilitas kepada petugas, dan penyelidikan. “Melihat kasus ini, usul
kami adalah adakan audit sistem teknologi informasi (TI) dan meningkatkan
integritas pegawai,” cetusnya.
Menurut dia, sistem TI perpajakan yang saat ini mulai digunakan sejak 2004.
Dan, itu tidak pernah di-update. “Melihat perkembangannya harus ada
pembaruhan,” ucap Anwar. Anwar juga menyebut pihaknya tidak bisa melakukan
pemeriksaan dan memberi sanksi kepada oknum-oknum yang bersalah. Itu semua
adalah tugas inspektorat pajak yang telah memulai melakukan pemeriksaan. “Kita
harus belajar dari semua kasus,” ucapnya.(ano/dio/jpnn)
0 komentar:
Posting Komentar